Suatu malam yang sunyi, terbaringlah seorang anak kecil dengan rasa sedih. Dalam benaknya ia berkata, “Alangkah buruknya diriku ini, apakah dunia ini terhias akan kehadiranku atau malah sebaliknya?”
Tanpa disadari sang ayah memerhatikan anaknya, ia pun paham akan apa yang dirasakan oleh sang buah hatinya.
Keesokan paginya, sang ayah mengajak buah hatinya pergi ke sebuah lautan.
“Nak, ayo kita pergi jalan-jalan menaiki perahu!”
Keluarlah sang anak dengan wajah lesu bagai tak ada kehidupan di dalamnya seraya berkata, “ Baiklah, Ayah.”
Setelah mereka melewati perjalanan yang lumayan panjang, tibalah mereka di sebuah pantai dan bersiap menaiki perahu kayu. Ketika mencapai jarak lumayan jauh dari daratan, tampaklah pemandangan yang begitu indah, ubur-ubur yang mempesona membuat keindahan menyelimuti lautan.
“Nak, coba lihat ubur-ubur itu! Indah bukan?” kata sang ayah.
“Betul sekali, Ayah. Alangkah indahnya mereka.”
“Namun, apakah kau tidak ingat akan bahaya di dalamnya?” tanya Ayah.
“Apakah makhluk seindah itu memiliki bahaya, Ayah? Ku rasa tidak mungkin sekali.”
“Dibalik keindahan mereka, mereka sangatlah berbahaya. Coba lihat ikan yang mendekatinya.”
Sang anak pun memperhatikan dengan seksama. Ia terkejut akan apa yang ia lihat.
“Sekarang kamu tahu kan, dibalik wujud yang mempesona, mereka menyimpan sesuatu yang sangat berbahaya. Sekarang coba kau lihat di samping bawah perahu yang kita naiki ini. Ada apakah dibaliknya?”
“Hmmm, di sana ada kerang hijau, Ayah.”
“Apakah engkau suka isi di dalamnya?”
“Tidak. Aku tidak suka denga hewan itu. Sangat menjijikan.”
“Iya, kau betul sekali. Namun, apakah kau tahu fakta sebaliknya, Anakku?”
“Aku tidak tahu, Ayah. Memangnya ada apa?”
“Mereka sangatlah bermanfaat bagi kita. Mereka selalu membantu kita dengan menyerap kotoran yang ada di sekitar laut.”
Si anak pun termenung dan mulai menyadarinya.
“Anakku, jadilah engkau bagai isi kerang. Itu menjadi sesuatu yang sangat bermanfaat bagi sekitarnya. Dan jadikanlah mentalmu itu bagaikan cangkang kerang yang sangat keras.”
Dengan menangis, si anak pun menyadari bahwa manusia yang terbaik itu bukan mereka yang berpenampilan bagus, namun mereka yang selalu membantu orang lain. Walaupun orang lain sering mengejeknya.
“Balaslah keburukan dengan kebaikan. Itu akan membuatmu beruntung di masa depan, Nak. Jadilah dirimu yang dimana jika engkau tak ada, orang akan membutuhkanmu.”