Tujuh puluh delapan tahun yang lalu, tepat di hari Jumat, 9 Ramadan 1364 Hijriah. Tanggal itu bertepatan dengan 17 Agustus 1945 Masehi. Bangsa Indonesia mengeluarkan pernyataan resmi kemerdekaannya atas penjajahan. Proklamasi kemerdekaan terjadi di saat umat Islam Indonesia sedang berpuasa. Hari kemenangan yang penuh berkah.
Merdeka adalah terbebas dari penghambaan dan penjajahan. Berdiri di atas kaki sendiri. Terbebas dari keterkekangan dan keterbelengguan. Walau demikian, merdeka tidak berarti bebas berbuat sekehendak hati. Merdeka bukan lepas dari pengaruh apa dan siapa pun sama sekali. Hakikat merdeka adalah kebebasan jiwa yang terkendali. Independen yang koheren dengan sistem. Otonom yang sinkron dengan protokol norma agama. Sejalan dan selaras dengan tata-etika.
Kemerdekaan yang asasi dibatasi garis fitrah yang suci. Fitrah untuk menghamba kepada Allah Yang Maha Kuasa. Hakikat penghambaan kepada Allah Yang Maha Kuasa adalah kemerdekaan dari belenggu penghambaan kepada manusia dan apa pun yang dituhankan. Penghambaan kepada Allah Yang Maha Kuasa adalah kemandirian untuk memilih setelah ditunjuki jalan selamat dan sesat. Allah Yang Maha Kuasa tidak memaksa. Namun, memberi karsa untuk merdeka menggunakan segala potensi yang ada. Merdeka mengerahkan segala upaya untuk mendapatkan keridaan-Nya.
Atas nama kemerdekaan tanpa kendali, manusia malah terjebak dalam keterkekangan. Diperbudak kebebasan yang dituhankannya. Terjerat perangkap saat mengejar harkat dan pangkat. Tenggelam karena terlalu dalam menyelam demi harta karun dan pusaka leluhur. Terobsesi ambisi berpretensi duniawi. Akhirnya, kemerdekaan menjadi jebakan dan jeratan. Kebebasan menjadi wahana kebinasaan.
Agar terhindar dari kemerdekaan yang membinasakan, ada baiknya sabda Rasulullah ini dijadikan panduan. “Tiga perkara yang membinasakan dan tiga perkara yang menyelamatkan. Adapun tiga perkara yang membinasakan adalah: (1) kebakhilan dan kerakusan yang ditaati; (2) hawa nafsu yang diikuti; dan (3) seseorang yang membanggakan diri sendiri. Sedangkan tiga perkara yang menyelamatkan adalah: (1) takut kepada Allah di waktu sendirian dan dilihat orang banyak; (2) sederhana di waktu kekurangan dan kecukupan; dan (3) bertindak adil di waktu marah dan rida”. Silakan lihat di Kitab Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah, nomor 1802.
– Daris Tamin –